Senin, 22 November 2010

ijah pemulung sampah



Sebut saja namanya Ijah. Ia tengah sibuk dengan tong sampah yang bertengger di depan restoran steak daerah bagian Selatan Jakarta. Dengan asiknya ia kemasi sampah-sampah yang meng-onggog, tanpa perduli bahwa yang dia kemasi itu adalah sampah sisa buangan dari setiap orang. Dan seakan tak sadar sampah-sampah itu adalah kotor, kuman penyakit.

Ijah bisa dikatakan ber"profesi" sebagai pemulung, yah pemulung sampah. Eksistensinya begitu membuat miris hati untuk melihatnya. Bayangkan sampah harus ia gerogoti, untuk bertahan hidup di tengah-tengah egoisnya kota, Jakarta.

Apa yang ada di fikiran Ijah, sampai-sampai ia harus bertahan hidup dengan bergelut di dalam dunia per'sampah'an. Apa tidak ada cara lain atau profesi lain yang bisa di geluti Ijah sebagai mata pencaharian yang bisa dijadikannya untuk sarana bertahan hidup? Sekilas batin ini bertanya.

Yeah...sebagai manusia kita memiliki jalan hidup masing-masing, tergantung pilihan kita akan dibawa kemana nasib lahiriah kita sebagai mahluk sempurna ciptaan-Nya.

Pertanyaan selanjutnya, apakah Ijah lalai mengarahkan jalan hidupnya, sehingga harus berprofesi sebagai pemulung?. Pertanyaan ini hanya Ijah yang berkompeten menjawabnya, kita tidak bisa tiba-tiba menyimpulkan apakah Ijah lalai atau tidak pada hidupnya.

Yang pasti, ada banyak Ijah-Ijah lain yang bisa kita dapati eksistensinya. Dan kehadiran mereka adalah sebagai kaca akan jiwa kemanusiaan kita. Apakah kita mau berleha-leha menapaki masa depan kita, atau sebaliknya. Dan pastinya Ijah membutuhkan kemanusiawian kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar